"Lo ngga' puasa lagi?" Tuduh Nadia begitu melihat Resa mengeluarkan bekalnya."Gue puasa,tapi gue juga bawa bekal karena kata dokter gua harus segera mengisi perut kalau badan gue lamas," jawab Resa kembali memasukkan bekalnya setelah menata dengan rapi isi tasnya.
"Asyik bener ya lo,sakit tipes pas puasa begini. Jadi bisa lo manfaatin tuh masa penyembuhan lo buat nggak puasa penuh sehari. Iri gue..." Nadia tak bisa menyembunyikan rasa iri.
Resa bengong. Iri?
"Gua juga pengen begitu. Tapi herannya,gue selalu sehat kalau pas puasa. Kadang gue pengen sakit,eh,maksud gue nggak sakit serius ya,agak-agak meriang gitu deh,setidaknya bisa buka puasa tengah hari," sambung Nadia lagi. Resa makin bengong.
"Lo udah gila ya? Gue aja pengen banget sehat ,kok lo pengen sakit? Nggak bersyukur banget sih,lo?"
"Eh,yang nggak bersyukur itu siapa? Gue kan nggak bilang kalau gue nggak bersyukur gue sehat. Gue cuma bilang,pengen sesekali agak meriang gitu,biar buka puasanya di tengah hari. Kayak lo gitu,kalo lo lemes kan langsung makan,nggak nahan-nahan sampai maghrib nanti?"
Resa terdiam sebentar. Mencoba mencerna kata-kata teman sebangkunya yang jadi aneh. Aneh bukan,dikasih sehat malah minta sakit?
"Jadi lo pengen sakit?"
"Jangan sakit berat."
"Kalo lo nggak kuat,ya nggak usah maksa puasa,lagi."
"Enak aja,gue kuat!"
Nadia menatap Resa sambil mengedipkan mata kirinya.
"Gue pengen sakit sehari aja,tengah hari gitu. Lemes-lemes gitu deh,trus gue buka puasa,deh... asyik kan?"
"Hati-hati kalo bicara,Nad,ntar jadi kenyataan,nyesel lo!"
"Lho,memang itu yang gue inginkan,kok," balas Nadia nggak mau kalah.
Resa tak berkomentar. Bisa-bisa tipes gue kumat kalau nanggepin ide gila Nadia,batinnya.
Bel berbunyi. Istirahat pertama kelar. Semua murid masuk kelas lagi.
"Res..." Nadia tiba-tiba memanggilnya dengan perlahan. Resa menoleh. Dilihatnya Nadia meringis menahan sesuatu.
"Perutku...perutku sakit..." Nadia menggigit bibirnya.
Sandiwara apa lagi ini. Batin Resa.
"Lo jangan macem-macem deh.."
"Perutku Res,perytku..." suara Nadia berubah menjadi rintihan.
Resa langsung tak enak hati.
"Lo sakit beneran? Lima menit yang lalu lo nggak papa bukan?"
"Perutku..." Nadia tak kuat meneruskan kata-katanya. Kepalanya terkulai lemas di mejanya. Resa langsung panik. Berteriak. Dan kelas langsung heboh.
"Eh,kenapa tuh Nadia?"
"Angkat dia,angkat,bawa ke kamar perawatan!"
"Nadia pingsan,Nadia pingsan."
Tanpa dikomando,beberapa cowok langsung menggotong Nadia ke ruang perawatan. Guru jaga segera memeriksanya,lalu membubarkan pengantar. Termasuk Resa. Begitu masuk kelas,Resa tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Yang ada di otak dia hanya obrolan "gila" dengan Nadia tadi. Lalu keinginan Nadia,yang tiba-tiba saja jadi kenyataan. Tak lebih dari lima menit! Apakah Nadia mengucapkan doanya untuk sakit "sedikit saja" tadi dengan kesungguhan hati? Sehingga langsung dikabulkan oleh Tuhan? Berarti nggak salah ungkapan yang sering dia dengar,kata-katamu adalah doamu. Resa gemetar sendiri.
Begitu bel berbunyi,Resa langsung melesat ke ruang perawatan. Nadia sedang dipapah oleh mamanya. Melihat Resa,Nadia langsung nyengir.
"Lo kenapa?"
Nadia tak menjawab. Tangannya memegang perutnya.
"Tadi sudah diperiksa dokter,sakit usus buntu. Dia harus istirahat seminggu," jawab mama Nadia. "Resa tolong pegang Nadia ya,Tante mau ambil mobil dulu." Resa segera merangkul Nadia.
"Lo cepat sembuh ya,Nad..." kata Resa mengelus bahu Nadia,mencoba mengurangi rasa sakit yang muncul di muka Nadia.
"Gue kan cuma pengen sakit sedikit,kenapa dikasih banyak? Bener kata lo,hati-hati kalo ngomong..."
"Sudah,jangan bicara lagi..."
"Res,gue nyesel..."
"Iya,gue tau..."
"Kalo gue pengen sakitnya hilang,apakah Tuhan juga akan mengabulkannya langsung,seperti tadi saat gue minta sakit?" tanya Nadia memelas.
"Gue nggak tau.." bisik Resa sambil memeluk Nadia yang makin lemas bersandar di dadanya. ***
